Kerisjambi.id - Pengadilan Negeri Kisaran telah memutus perkara pidana dengan nomor perkara : 1034/2021 dengan putusan Menjatuhkan hukuman terhadap terdakwa SA yakni Pidana Penjara 3 Tahun dan menyita uang terdakwa sebesar 750 juta, vonis tersebut sesuai dengan tuntutan jaksa, 3 tahun dan mengembalikan uang 750 juta kepada PT ARP.
Putusan yang dibacakan Majelis hakim yang di ketuai oleh Nelson Angkat, SH.,MH tersebut langsung dijawab dengan Banding oleh Penasihat Hukum Terdakwa. Putusan dengan nomor 1034/Pid.B/2021/PN.Kis. Menurut Penasihat Hukum Terdakwa Ikhwan Fahroji, SH, dianggap mengingkari fakta-fakta yang diterungkap di persidangan.
"Putusan ini mengingkari fakta yang terungkap di persidangan, karena itu kami dalam persidangan langsung menyatakan banding," Ungakapnya seusai sidang di PN Kisaran, Asahan pada (Kamis/17/2/2021)
Menurutnya hal yang paling membingungkan dari putusan tersebut adalah tidak dipertimbangkannya Restorative Justice (RJ) oleh Majelis Hakim, padahal Direktur PT ARP mengakui adanya perjanjian damai yang dituangkan dalam perjanjian perdamaian, tertanggal, 8 Juli 2020 dilegalisasi Notaris dan pemulihan kerugian secara lunas sebesar Rp. 6,5 M yang telah terjadi antara terdakwa dengan PT ARP sebagai korban, namun pada 13 Agustus 2020 kasus tersebut dilaporkan kembali ke polres batu bara, hingga berlanjut ke persidangan.
"Putusan ini aneh, karena perjanjian damai tersebut termasuk memuat perbuatan yang didakwakan kepada Terdakwa, dan terdapat klausula apa yang ditemukan di kemudian hari setelah ditandatanganinya perjanjian ini dianggap selesai dan PT ARP berjanji tidak akan melakukan upaya hukum apapun baik pidana maupun perdata, namun ternyata Restorative Justice tidak menjadi pertimbangan Majelis Hakim," lanjut dia
Putusan tersebut dianggap menjadi preseden buruk dalam penyelesaian perkara dengan pendekatan Restorative Justice di Indonesia sebagaimana Perkap 8 Tahun 2021 dan Perja No 15 Tahun 2020 serta Putusan-Putusan Pengadilan terkini telah mengakui penerapan Restorative Justice sebagai alasan penghapus pertanggungjawaban pidana.
"Padahal sudah jelas aturannya untuk melaksanakan RJ, putusan pengadilan terkini sebelum putusan ini pun mengakui RJ," Tutupnya
Dalam putusannya Majelis Hakim berpendapat Restorative Justice tidak tidak menjadi alasan menghapus pidana dan pertanggungjawaban pidana, hanya menjadi faktor meringankan. Hal ini dianggap Penasihat Hukum Terdakwa mengingkari semangat yang berkembang dalam hukum pidana, untuk tidak menjadikan teori pembalasan sebagai satu satunya model dalam penyelesaian tindak pidana. (KA)