Arvindo Noviar Kepada Fadli Zon: Apa Bung Fadli Lupa?

Kerisjambi.id
Editor -

 

Foto : Istimewa

Oleh : Arvindo Noviar

Ketua Umum Partai Rakyat

Saya menilai tidak ada masalah dengan Keppres yang ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 24 Februari 2022 yang hanya memuat empat nama, yaitu Soekarno, M Hatta, Sultan Hamengku Buwono IX dan Jenderal Soedirman. Agak berlebihan jika nama Suharto diwajibkan masuk dalam Keppres No.2 Tahun 2022 itu, sebab masih banyak nama lain yang perannya jauh lebih penting tapi tidak dimasukkan. 

Lagipula sudah cukup selama 32 tahun kita dijejali Suhartoisasi, seolah-olah hanya Suharto yang paling berjasa atas Republik Indonesia. Pasca 1965 rakyat Indonesia dijejali sejarah tunggal versi Orde Baru. Dan pembodohan sistemik selama lebih dari 32 tahun itu membuat mayoritas generasi kami (kaum muda) buta sejarah!. 

Apa Bung Fadli lupa, dengan sakit “mikul dhuwur mendhem jero” Orde Baru melakukan De-Soekarnoisasi dengan mengganti nama Gelora Bung Karno menjadi Stadion Utama Senayan, Puncak Soekarno menjadi Puncak Jaya, Kota Soekarnoputra menjadi Jayapura, memakamkan Bung Karno di Blitar kendati pihak keluarga menolak agar makam tersebut jauh dari Ibu Kota. Dan yang paling dahsyat ialah menjadikan M Yamin–––bukan Bung Karno–––sebagai pencetus Pancasila dan merubah hari lahirnya Pancasila, kemudian secara dogmatis melalui program Pedoman Penghayatan dan Pengalaman Pancasila (P4) sejarah gelap itu dijejalkan ke pikiran rakyat Indonesia?

Apa Bung Fadli lupa, Orde Baru menghilangkan banyak nama Tokoh Nasional dalam pelajaran sejarah di sekolah. Sebagai contoh: ‘Bapak Republik Indonesia’ Tan Malaka, seorang Tokoh Nasional yang juga Tokoh Komunis Internasional penulis “Naar De Republiek Indonesia” yang kemudian dibaca oleh hampir seluruh pejuang (pahlawan) progresif-revolusioner saat itu sehingga membangkitkan kesadaran mereka tentang arti sebuah bangsa, menumbuhkan cita-cita kemerdekaan dan melahirkan sebuah negara bernama Republik Indonesia?

Apa Bung Fadli lupa, dengan menggunakan momentum pemberontakan G30S/PKI, pasca 1965 Suharto CS melakukan pembungkaman terhadap pemikiran kiri, sehingga tidak ada energi penyeimbang untuk menahan lajunya pemikiran kanan untuk masuk ke Indonesia dan perlahan merubah wajah Indonesia yang awalnya Pancasilais menjadi negara kapitalis liberalis seperti sekarang ini?

Saya yakin sebagai intelektual yang menggemari sejarah, Bung Fadli tidak mungkin lupa. Hanya, mungkin saja jasa Keluarga Cendana terlalu besar kepada Bung Fadli sehingga membuat Bung Fadli tidak mampu berlaku adil sejak dalam pikiran. 




Jakarta, 5 Maret 2022