Cerita Petani Perhutanan Sosial Desa Muara Kilis

Kerisjambi.id
Editor -

 

Oleh : Oktaviandi Muhklis 

Kabupaten Tebo Provinsi Jambi bersinggungan langsung dgn TNBT & TNBD, sejak dari Desa Tanjung Pucuk Jambi Kec. VII Koto hingga Desa Teluk Rendah Kec. Tebo Ilir yg berbatasan langsung dgn Kab. Batang Hari dilingkupi oleh hutan.

Keadaan geografis demikian tentu dapat kita simpulkan bahwa sebagian besar masyarakat Tebo memiliki mata pencaharian sbg petani, & tentu pula aktivitas perkebunan masyarakat tak mungkin bisa dipisahkan dari hutan.

Semakin bertambahnya jumlah penduduk & kebutuhan peningkatan produksi pertanian berdampak pada bertambahnya kebutuhan lahan, & petani membuka hutan untuk dijadikan lahan garapan baru.

Laju deforestasi hutan yg dilakukan masyarakat, luasnya izin perusahaan, & tambang berdampak pada beragam persoalan. Para perambah bersikukuh untuk membuka lahan baru untuk usaha menaikan taraf hidup, sbg konskensinya para pihak yg bersinggungan berpotensi besar pd terjadinya konflik kepentingan, bahkan konflik antara manusia dgn hewan akibat tutupan hutan semakin sempit.

"Kami selaku pemegang izin HKM telah mengalokasikan 600 ha sbg blok perlindungan & wilayah hidup satwa", kata ketua HKM MKB. & Masturi selaku Ketua HTR jg menambahkan, "dari 3.301 ha izin IUPHHKHTR kami telah mengalokasikan 50 m x 3 km untuk kawasan koridor gajah & satwa di blok 4, & wilayah yg sudah dialokasikan tsb tak boleh dirambah dgn alasan apapun jg", tambah mas Tutur ketua HTR Sepenat Alam Lestari.

Diwilayah izin HTR SAL jg terdapat lahan Suku Anak Dalam (SAD), lahan SAD tsb berada di 2 lokasi. Lokasi pertama disungai Bungin seluas 201 ha, & di arah Sepenat seluas 115 ha. Dilokasi pertama sbg mana para petani umumnya SAD menanam lahan mereka dgn Sawit, sebagian kecil ditanam dgn karet. Sedangkan dilokasi 115 ha sebagian lahan mereka masih berupa tegakan Akasia, & sekitar 11 ha sudah dijual oleh Apung pada orang luar. Saat ini sebagian lahan Sawit warga SAD di Desa Muara Kilis sudah produksi, & SAD sudah menikmati hasil kebun mereka.

Petani hutsos pada prinsipnya tidak pernah meminta banyak kepemerintah, mereka hanya ingin akses & hak2 mereka dijamin & dilindungi sbg mana masyarakat umumnya. Masyarakat berharap kehadiran pemerintah dapat memudahkan akses serta menperhatikan hak2 dasar, atau kehadiran lembaga2 lain memberikan dampak positif bagi kehidupan mereka. Bukan malah menjadikan mereka objek program yg menyibukan serta menyita waktu saja. Syukur2 pemerintah bersedia membantu mereka berupa akses kesehatan, pendidikan, serta fasilitas publik yg berguna bagi eksistensi & aktivitas sosial warga.

Akses jalan ke Dusun Benteng Makmur serta perkampungan petani hutsos harus melewati jalan2 yg dibuat oleh perusahaan, & akses2 yg dibuat masyarakat seaktu2 bisa berubah lebih ekstreme terutama dimusim hujan, berdebu saat kemarau, atau terputus ketika jembatan penghubung roboh dihantam air bah.

Program2 konservasi, atau pelatihan2 pengelolaan hutan berkelanjutan cukup sering dilakukan, itu adalah proyek yg didanai oleh lembaga2 donor atau bantuan dari luar negeri untuk melatih peningkatan kapasitas pengelolaan lingkungan bagi masyarakat atau kelompok pemegang izin Perhutanan Sosial. Atau program pelatihan budidaya tanaman & pembibitan berbagai tanaman hutan.

Kegiatan tsb bermaksud untuk melatih para petani untuk menerapkan pola pertanian yg berkelanjutan. Tujuanya sangat bagus, yaitu mereka mampu mengelola lahan yg mereka garap dgn pola profesional agar hasil pertanian mereka lebih meningkat.

Namun beragam teori2 yg disampaikan oleh para ahli atau pakar2 selama imi sayangnya blm tampak sukses stories yg benar2 dapat menjadi contoh ideal yg dapat dijadikan rujukan oleh para petani. Banyak contoh kelompok2 yg mendapat dampingan yg programnya berakhir sia2, bahkan program2 tsb justru memberatkan petani karena tanpa ada program-pun hasil kebun mereka jg sama. Hal tsb malah menimbulkan stigma negatif untuk petani, "kalo hanya untuk menyusahkan saja, atau kehadiran sampeyan hanya untuk menjadikan petani sbg objek dari projek kamu saja, mending ndak usah saja mas", ucap salah seorang petani pada salah satu lembaga yg disampingi petugas pemerintah.

"Yg kamu kirim untuk mengajari kami menanam iru adalah anak-anak kemarin sore, yg bahkan punya kebun atau bertani saja mereka ndak pernah. Lah kami yg dari kecil udah bertani kok mau diajarkan oleh anak-anak yg baru lulus kuliah kemarin toh mas. Sekarang, kalo sampeyan memang mau bantu bukakan saja akses pasar produk para petani, atau bantu para petani membuka akses modal agar mereka dapat mengelola kebun menjadi lebih optimal. Jgn anak-anak yang hanya tau teori itu yg sampeyan kirim ke kami", sambung petani lainnya.

Dulu, warga disekitar korisor kawasan TNBT khususnya di Dusun Benteng Makmur Desa Muara Kilis datang untuk membuka hutan, & mayoritas lahan mereka ditanami Sawit. Lalu, program PS mengakomodir hak mereka & tahun 2019 SK IUPHHKHTR dari KLHK secara resmi mereka terima langsung dari tangan Presiden Jokowi di Hutan Pinus Jambi.

"Dulu kami disebut sbg Perambah Hutan, bahkan hari-hari kami sangat akrab dgn konflik. Selain dari keyakinan & keinginan untuk merubah kehidupan kami tak punya apa-apa lagi diluar sana", kata Mulyono warga Dusun Benteng Makmur.

Dikeluarkannya kebijakan PS oleh Pemerintah membawa suka cita bagi Mas Mul & warga lainnya, & PS perlahan mengakhiri persoalan konflik serta kegelisahan status warga disekitar kawasan hutan Desa Muara Kilis.

Saat ini sebagian besar lahan yg ditanami sawit oleh warga yg tergabung kedalam kelompok HTR mulai produksi, memang petani khususnya di HTR SAL telah menanami ladang mereka dgn sawit jauh sebelum izin. Namun, para petani tidak menolak program SJB serta mau membayar PSDH sbg mana Permen LHK No. 09/2021 tentang Pengelolaan Perhutanan Sosial telah memberikan momentum untuk penyelesaian kebun kelapa sawit monokultur di dalam Kawasan hutan melalui jangka benah dalam skema Perhutanan Sosial. Pelaksanaan jangka benah pada kebun rakyat diatur pada Bab V pasal 177 dan pasal 178. Pasal 177 ayat 4 mengatur bahwa rencana jangka benah merupakan bagian dari rencana kelola Perhutanan Sosial.

Saat ini tanaman warga mulai produksi, seperti karet, jeruk manis, cengkeh serta tanaman palawija diladang mereka masih dijual kepengepul. & saat ini pengurus HTR SAL jg mulai menata kelembagaan yg ada dgn membentuk KUPS, serta membangun jejaring bisnis jg membentuk mitra serta rantai pasar produk kebun petani. Selain aspek usaha, pengurus HTar jg mengalokasikan sebagian wilayah izinnya untuk zona perlindungan satwa serta koridor gajah.

Masturi Ketua HTR berharap adanya program-program kongkrit dari pemerintah, terutama terkait peningkatan kapasitas petani. Mungkin dgn pelatihan2 yg sesuai dgn kebutuhan petani, akses modal atau merekomendasikan akses modal melalui pinjaman/bank, serta membuka akses pasar agar produk ladang petani lebih punya nilai. Jika taraf hidup petani mulai naik & secara ekonomi mereka sejahtera, tentu program pemanfaatan hutan secara berkelanjutan akan berjalan dgn sendirinya, tutupnya..


*Penulis Merupakan Aktivis sekaligus/ Pendamping Swadaya HTR SAL Kabupaten Tebo*