Masjid Agung Pondok Tinggi

 Masjid Agung Pondok Tinggi terletak di Dusun Pondok Tinggi, Kecamatan Sungai Penuh, Kabupaten Kerinci, Jambi. Dibangun pada tahun 1874 secara gotong royong oleh seluruh warga dusun, anak jantan, dan anak betino (laki-laki dan perempuan). Untuk membangkitkan gairah kerja, para warga dihibur dengan pagelaran kesenian khas rakyat Kerinci, di antaranya pencak silat.

Setelah pembuatan fondasi selesai dan kayu terkumpul, dibentuk- lah semacam panitia pelaksana pembangunan yang dipimpin oleh empat orang jenang ‘pengurus’ yang dipilih dari masing-masing lurah, yaitu: Bapak/ayahnya Rukun (Rio Mandaro), Bapak/ayahnya Hasip (Rio Pati), Bapak/ayahnya Timah Taat dan Haji Rajo Saleh (Rio Tumengung).

Rancangan masjid dipilih berdasarkan masukan dari empat orang perencana. Yang terpilih adalah rancangan yang dibuat oleh Bapak/ayahnya M. Tiru dari Rio Mandaro. Untuk melaksanakan pekerjaan pembangunan, dipilihlah 12 orang tenaga ahli pertukangan.

Setelah semua persiapan beres maka dimulailah pekerjaan mendirikan tiang dan dinding masjid pada hari Rabu, 1 Juni 1874 M. Selama 7 hari 7 malam diadakan keramaian dengan menyembelih 12 ekor kerbau. Pada perayaan itu hadir pangeran pemangku dari Jambi (tidak disebutkan namanya).

Mempunyai 36 Tiang

Masjid Agung Pondok Tinggi ini ditopang oleh 36 buah tiang besar dan kokoh, dibagi dalam tiga jenis, yaitu sebagai berikut.

  1. Tiang Panjang Sambilea (sembilan) sebanyak empat buah, membentuk segi empat yang paling dalam. Masing-masing dibuat dari batang pohon yang utuh dan kuat. Keempat tiang tersebut dinamai Tiang Tuo (Jawa: sokoguru). Tiang Tuo tersebut diberi paku emas untuk menolak bala, dan pada puncak tiang diberi kain berwama merah dan putih sebagai lambang kemuliaan.
  2. Tiang Panjang Limau (lima) sebanyak delapan buah, membentuk segi empat di tengah, sehingga tampak berjajar rapi.
  3. Tiang Panjang Duea (dua) sebanyak 24 buah, membentuk segi empat yang paling luar disebut panjang duea karena panjangnya dua depa (sekitar dua meter). Tiang tersebut diatur sedemikian rupa sehingga pada setiap sisi segi empat yang paling luar itu, yakni sebelah timur selatan, dan barat, tampak berjajar masing-masing tujuh buah.

Di samping 36 buah tiang tersebut, masih ada lagi beberapa tiang sambut, yakni tiang yang bergantung, tidak menghunjam ke tanah tetapi terikat atau terpaut pada kayu-kayu alang. Dari struktur dan pengaturan tiang-tiang itu, kita dapat menyimpulkan bahwa susunan tiang itu sudah menggunakan ilmu daya lenting untuk mengantisipasi terjadinya goncangan akibat gempa bumi.

Bentuk atap Masjid Agung Ondok Tinggi yang berupa atap tumpang bersusun tiga, makin ke atas makin kecil, dan paling puncak berbentuk. limas melambangkan tatanan hidup masyarakat Kerinci yang berketuhanan, yakni: bapucak satau, barempe juroi, batingkat tigae. Artinya berpucuk satu, berjurai empat, dan bertingkat tiga.

Adapun maksudnya dapat diterangkan sebagai berikut.

  1. Berpucuk satu, maksudnya menghormati satu kepala adat dan men- junjung tinggi kepercayaan pada Yang Kuasa.
  2. Berjurai empat, maksudnya di Dusun Pondok Tinggi ada empat jurai Pada setiap jurai ada satu orang ninik mamak (pemangku adat) dar satu orang imam (ulama). Jadi, di Dusun Pondok Tinggi ada empat orang ninik mamak dan empat orang imam.
  3. Bertingkat tiga, menunjukan bahwa masyarakat Dusun Pondok Tinge tidak pemah melepaskan seko nan tega takak, yakni pusaka tiga tingkat yang terdiri atas: pusaka tengnai, pusaka ninik mamak, dan pusaka depati.

Masjid yang telah berusia 150 tahun ini juga dilengkapi dengan sarana penunjang, seperti perpustakaan dan pemancar radio RSP (Radio Suara Pondok Tinggi) yang menyiarkan berbagai aktivitas dakwah Islam, khususnya kegiatan-kegiatan Masjid Agung Pondok Tinggi.

Masjid ini pada tahun 1953 pemah dikunjungi Dr. Mohammad Hatta yang pada waktu itu menjabat sebagai Wakil Presiden RI dalam kunjungan kerja ke daerah Sungai Penuh, didampingi Bapak Ruslan Mulyoharjo selaku Gubemur Sumatra Tengah waktu itu.
Bung Hatta berpesan agar masjid agung ini dilestarikan dan dipelihara dengan baik sebagai warisan budaya yang sangat berharga.