Prodi IP dan HTN UIN STS Jambi nyatakan sikap. Demi Demokrasi: Putusan MK Bersifat Final, Mengikat dan Berlaku Seketika.


Pernyataan Sikap 

Demi Demokrasi: Putusan MK bersifat Final, Mengikat dan Berlaku Seketika. 

Jambi - Kamis, 22 Agustus 2024


Dalam konsep trias politika, eksekutif, legislatif dan yudikatif mempunyai peran dan fungsinya masing-masing dalam menjaga pemisahan kekuasaan antar lembaga. Mahkamah Konstitusi (MK) dalam rumpun lembaga yudikatif sebagai guardian of democracy di Negara ini.


Mahkamah Konstitusi sebagai guardian of democracy telah menerbitkan 2 (dua) putusan landmark decisions yaitu Pertama, putusan MK No. 60/PUU-XXII/2024, tanggal 20 Agustus Tahun 2024, menjamin hak konstitusional partai politik peserta pemilu 2024 untuk mengusung pasangan calon dalam penyelenggaraan Pilkada serentak Tahun 2024. MK memberi tafsir konstitusional terhadap ketentuan Pasal 40 Ayat (1) UU No 10/2016, semula mengatur ambang batas syarat pencalonan kepala daerah oleh partai politik berdasarkan perolehan kursi dan suara sah hasil Pemilu Anggota DPRD menjadi berdasarkan perolehan suara sah Pemilu Anggota DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota sesuai rasio jumlah pemilih dalam Daftar Pemilih Tetap dengan presentase yang setara dengan syarat pencalonan dari jalur perseorangan. Kedua, putusan MK No. 70/PUU-XXII/2024, tanggal 20 Agustus 2024, menegaskan syarat usia pencalonan kepala daerah dihitung sejak penetapan pasangan calon oleh KPU.


Putusan MK ini sangat baik bagi demokrasi Indonesia, karena meminimalisir kemungkinan kartel politik yang akan membawa Indonesia menjadi negara tirani yang dikuasai partai politik. Putusan MK ini lebih sesuai dengan amanat Konstitusi Pasal 18 ayat (4), bahwa kepala daerah dipilih secara demokratis: semakin rendah ambang batas pencalonan kepala daerah, maka semakin baik tingkat demokrasi.


Putusan MK berlaku final dan mengikat, dan berlaku seketika (pada saat dibacakan, pada 20 Agustus 2024), kecuali dinyatakan lain secara eksplisit di dalam Putusan MK tentang masa berlakunya. Karena, pada dasarnya, Konstitusi wajib berlaku seketika untuk memberi kepastian hukum. Dengan kata lain, UU atau Pasal dalam UU yang bertentangan dengan konstitusi wajib batal seketika pada saat dinyatakan inkonstitusional atau direvisi oleh MK.


Hal ini sudah terbukti dan sudah ada yuris prudensinya ketika MK memutus batas usia minimum capres dan cawapres 40 tahun atau pernah menjabat sebagai Kepala Daerah, yang kemudian membuat Gibran bisa dicalonkan sebagai wakil presiden, meskipun Peraturan KPU belum diubah, dan masih menggunakan Peraturan KPU lama, dengan batas usia minimum 40 tahun.


Artinya, Putusan MK No 90 tersebut berlaku seketika, dan menganulir semua peraturan dan UU yang bertentangan dengan Putusan MK. Karena, Putusan MK lebih tinggi dari Peraturan KPU atau UU yang direvisinya.



Kalau KPU tidak merevisi Peraturan KPU sesuai Putusan MK, maka KPU melanggar kode etik seperti tercermin dari Putusan DKPP, tetapi tidak membatalkan pencalonan yang sesuai Putusan MK.


Oleh karena itu, tidak ada cara lain bagi DPR atau Pemerintah selain taat dan tunduk pada Putusan MK.


Apabila DPR atau Pemerintah nekat melawan Putusan MK, maka berarti DPR atau Pemerintah melanggar Konstitusi, atau melakukan perbuatan makar Konstitusi. Hal ini pasti akan mengundang amarah rakyat yang sudah muak melihat demokrasi dan kedaulatan rakyat diinjak-injak segelintir orang.


Untuk itu, Prodi Ilmu Pemerintahan dan Hukum Tata Negara menyerukan:

1.      Meminta KPU melaksanakan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60/PUU- XXII/2024, tanggal 20 Agustus 2024 dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 70/PUU-XXII/2024, tanggal 20 Agustus 2024.

2.      Meminta Bawaslu dan DKPP mengawasi berjalannya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60/PUU-XXII/2024, tanggal 20 Agustus 2024 dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 70/PUU-XXII/2024, tanggal 20 Agustus 2024.

3.      Menolak pembahasan Revisi UU Pilkada dan meminta Pemerintah dan DPR menghentikan pembahasan Revisi UU Pilkada dan mematuhi Putusan Mahkamah Konstitusi.

4.      Seluruh rakyat Indonesia untuk mengawal jalannya Demokras

 

 

Tertanda:

Yudi Armansyah, M.Hum

(Ketua Prodi Ilmu Pemerintahan Fakultas Syariah UIN STS Jambi)

 

Tri Endah Karya Lestiyani, S.IP., M.IP

(Ketua Prodi Hukum Tata Negara Fakultas Syariah UIN STS Jambi)

 

M. Sahlani S.Sos., M.Si

(Peneliti Pusat Studi Politik dan Pemerintahan Fakultas Syariah UIN STS Jambi)