Jhohan : Peserta Advance Training (LK III) Badan Koordinasi Himpunan Mahasiswa Islam Jawa Barat (BADKO HMI JAWA BARAT)
Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia memiliki luas wilayah laut sekitar 3,25 juta km² dengan garis pantai kurang lebih 81.000 km yang menjadikan Indonesia sebagai negara maritim dengan sumber daya ikan yang melimpah. Potensi ini membuat sektor perikanan sangat penting bagi perekonomian dan ketahanan pangan serta penunjang kehidupan masyarakat pesisir di Indonesia.
Potensi yang
besar ini berbanding lurus dengan pemanfaatan sumberdaya alam nya, tingginya
eksploitasi sumberdaya ikan menyebabkan banyak menimbulkan pencemaran di sektor
perikanan tangkap salah satunya adalah sampah alat tangkap seperti jaring dan
lain sebagainya. Menurut riset yang di
lakukan di perairan Gebang Mekar Cirebon, dalam jangka waktu 1 tahun alat
tangkap jaring yang hilang (salah satu penyebabnya karena alat tangkap sudah
tua dan rusak) di perairan gebang mekar Cirebon sebanyak 1922 piece dengan
total kerugian mencapai Rp. 288 juta. Hal ini menjadi perhatian yang besar
karena dapat menyebabkan kerusakan lingkungan yakni kerusakan pada terumbu
karang dan dapat menimbulkan dampak “ghost fishing’’ di lautan. Besarnya jumlah
alat tangkap yang rusak karena pemakaian dan karena masa pakai yang sudah lama
dapat menimbulkan sampah pada alat tangkap dan mencegah sampah tersebut di
buang ke laut maka sangat perlu adanya pemanfaatan atau daur ulang pada sampah
alat tangkap jaring.
Pemanfaatan
sampah alat tangkap jaring dalam konteks Green Economy di Indonesia adalah
salah satu langkah yang sangat relevan dan strategis untuk mendukung
keberlanjutan lingkungan laut dan mendorong ekonomi hijau. Industri perikanan
di Indonesia memiliki dampak besar terhadap ekosistem laut. Namun salah satu
masalah utama yang dihadapi adalah tingginya jumlah sampah laut yang berasal
dari alat tangkap perikanan salah satunya adalah alat tangkap jaring.
Ada beberapa point penting terkait pemanfaatan sampah alat tangkap jaring di Indonesia:
1. Memiliki peluang besar untuk daur ulang; Indonesia memiliki potensi besar dalam memanfaatkan kembali sampah alat tangkap terutama jaring. Banyak dari material ini terbuat dari plastik atau serat sintetis yang bisa didaur ulang menjadi berbagai produk baru seperti benang, tekstil, atau bahkan barang konsumsi. Hal ini bisa mengurangi ketergantungan pada bahan mentah baru dan mendukung ekonomi sirkular di mana limbah menjadi bahan baku untuk produk baru.
2. Dapat mengurangi pencemaran laut; Sampah jaring dan alat tangkap lainnya sering kali menjadi ancaman serius bagi ekosistem laut. Jaring yang ditinggalkan di laut dapat menjerat ikan dan satwa laut lainnya fenomena ini dikenal dengan istilah "ghost fishing" dimana tidak hanya merusak populasi ikan tapi juga merusak terumbu karang dan habitat laut lainnya. Pemanfaatan sampah jaring melalui daur ulang akan sangat membantu mengurangi dampak pencemaran laut ini dan sekaligus menjaga kelestarian sumber daya laut Indonesia.
3. Dapat meningkatkan pendapatan nelayan; Program daur ulang yang melibatkan komunitas nelayan bisa memberikan dampak positif terhadap kesejahteraan nelayan dan keluarganya. Daripada membuang jaring yang rusak atau tidak terpakai, nelayan bisa mendapatkan penghasilan tambahan dari pengumpulan dan penjualan jaring bekas kepada industri daur ulang. Ini bisa menciptakan rantai ekonomi baru yang menghubungkan industri perikanan dan industri pengolahan daur ulang.
4. Dapat mendorong inovasi teknologi; Pemanfaatan sampah alat tangkap juga bisa mendorong inovasi dalam industri daur ulang dan teknologi lingkungan. Penelitian untuk mengembangkan cara-cara baru dalam mendaur ulang jaring dan alat tangkap menjadi bahan yang bernilai lebih tinggi bisa menciptakan pasar baru yang menguntungkan. Ini bisa menjadi sumber inovasi dalam pengembangan produk ramah lingkungan yang bisa diekspor ke pasar internasional.
5. Perlunya dukungan kebijakan
dan regulasi; Dukungan dari pemerintah sangat penting. Kebijakan yang mendorong
perusahaan perikanan untuk mengumpulkan dan mendaur ulang alat tangkap bekas
perlu diterapkan. Selain itu, investasi dalam infrastruktur daur ulang dan
pelatihan bagi nelayan tentang pentingnya pengelolaan sampah laut juga menjadi
hal yang krusial. Selain peluang yang besar, ada tantangan yang harus di hadapi
dalam perencanaan daur ulang sampah alat tangkap jaring ini diantaranya adalah
minimnya infrastruktur daur ulang yang terfokus pada alat tangkap jaring dan
kurangnya tingkat kesadaran di kalangan nelayan serta perusahaan perikanan
tentang pentingnya daur ulang masih perlu ditingkatkan.
Kesimpulan:
Pemanfaatan sampah alat tangkap jaring di Indonesia dalam kerangka Green
Economy adalah langkah yang berpotensi besar untuk mendukung keberlanjutan
ekonomi, sosial, dan lingkungan. Pemanfaatan sampah alat tangkap ini dapat mengurangi
polusi laut, mendorong
inovasi
dan menciptakan sumber pendapatan baru bagi nelayan. Indonesia bisa menjadi
contoh bagi negara maritim lainnya dalam hal penerapan ekonomi hijau. Namun,
keberhasilan ini sangat bergantung pada sinergi antara pemerintah, industri dan
komunitas lokal (nelayan) untuk mengembangkan kebijakan yang mendukung serta
mengedukasi masyarakat tentang pentingnya menjaga ekosistem laut.