Irma Luthfiah Program Studi S1 Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Dharmas Indonesia |
KerisJambi.id - Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis terutama pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Kondisi gagal tumbuh pada anak balita disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu lama serta terjadinya infeksi berulang, dan kedua faktor penyebab ini dipengaruhi oleh pola asuh yang tidak memadai terutama dalam 1.000. Anak tergolong stunting apabila panjang atau tinggi badan menurut umurnya lebih rendah dari standar nasional yang berlaku. Standar dimaksud terdapat pada buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dan beberapa dokumen lainnya.
Stunting merupakan masalah pada balita berupa kurang gizi kronis yang dikarenakan keadaan malnutrisi yang berkaitan dengan kekurangan asupan gizi pada masa lampau. Seorang balita dikatakan stunting (perawakan pendek) jika memiliki tinggi badan (TB) tidak sesuai dengan umur, yang ditentukan jika skor Z indeks tinggi badan/umur (TB/U) dibawah -2 standar deviasi (SD). Anak dengan stunting pada 2 tahun pertama kehidupan, berisiko 4,57 kali mempunyai IQ lebih rendah dibandingan IQ anak yang tidak stunting, sehingga dapat berdampak pada kurangnya prestasi belajar pada anak .
Stunting merupakan salah satu tantangan dan masalah gizi secara global yang sedang dihadapi oleh masyarakat di dunia. Ambitious World Health Assembly menargetkan penurunan 40% angka stunting di seluruh dunia pada tahun 2025. Global Nutritional Report 2018 melaporkan bahwa terdapat sekitar 150,8 juta (22,2%) balita stunting yang menjadi salah satu faktor terhambatnya pengembangan manusia di dunia. World Health Organization (WHO) menetapkan lima daerah subregio prevalensi stunting, termasuk Indonesia yang berada di regional Asia Tenggara (36,4%).
Penurunan stunting penting dilakukan sedini mungkin untuk menghindari dampak jangka panjang yang merugikan seperti terhambatnya tumbuh kembang anak. Stunting mempengaruhi perkembangan otak sehingga tingkat kecerdasan anak tidak maksimal. Hal ini berisiko menurunkan produktivitas pada saat dewasa. Stunting juga menjadikan anak lebih rentan terhadap penyakit. Anak stunting berisiko lebih tinggi menderita penyakit kronis di masa dewasanya.
Upaya penurunan stunting dilakukan melalui intervensi gizi spesifik untuk mengatasi penyebab Stunting secara langsung. Intervensi gizi spesifik merupakan kegiatan yang langsung mengatasi terjadinya stunting seperti pemberian asupan makanan sehat, Metode yang digunakan dalam pengabdian kepada masyarakat melalui metode edukasi pencegahan dan penanganan stunting dan intervensi gizi spesifik melalui pemberian nugget kelor dan pemberian telur. Intervensi dilakukan selama 12 hari yang diberikan kepada bayi dibawah 2 tahun (Baduta) dan ibu hamil. Hasil intervensi diamati menggunakan parameter antropometri meliputi Berat Badan (BB), Tinggi Badan (TB), Lingkar lengan Atas (LLA). Bahan untuk membuat Nugget Ikan dan Kelor dapat dibuat dengan bahan-bahan sederhana dan mudah dijangkau bagi masyarakat sehingga dapat mencukupi asupan gizi secara Spesifik.
Selain itu, dengan adanya pemberian nugget ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan keterampilan memadai yang seharusnya dimiliki oleh para ibu sebagai modal dalam pemenuhan gizi bagi anak. Para ibu khususnya
harus dapat membentuk pola makan anak, menciptakan situasi yang menyenangkan dan menyajikan makanan yang menarik untuk dapat memenuhi kebutuhan gizi anak-anaknya. Bahan dasar pembuatan nugget ini berupa ikan kembung dan daun kelor. Ikan kembung mempunyai kandungan omega 3 dan protein yang tinggi yang berguna untuk perbaikan gizi masyarakat. Sedangkan Tanaman kelor memiliki nilai manfaat dalam pengobatan, sumber makanan, produk kosmetik dan kecantikan, serta memiliki kemampuan sebagai bahan penjernih air. Tanaman kelor merupakan salah satu tanaman yang paling bermanfaat di dunia. Tanaman kelor kaya akan nutrisi karena mengandung berbagai macam senyawa fitokimia pada daun, polong, dan biji. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman kelor mampu memberikan vitamin C 7 kali lebih besar dibandingkan 1 buah jeruk, vitamin A 10 kali lebih besar dibandingkan wortel, kalsium 17 kali lebih tinggi dibandingkan susu, protein 9 kali lebih tinggi dibandingkan yoghurt, kalium 15 kali lebih tinggi dibandingkan pisang, dan zat besi 25 kali lebih tinggi dibandingkan bayam.
Pertumbuhan dapat berjalan normal apabila kebutuhan protein terpenuhi, karena pertambahan ukuran maupun jumlah sel yang merupakan proses utama pada pertumbuhan sangat membutuhkan protein. Secara umum protein dapat dikategorikan menjadi dua yaitu protein hewani dan protein nabati. Protein hewani berasal dari hewan seperti susu, daging, dan telur sedangkan protein nabati berasal dari tumbuhan seperti kacang kacangan dan biji-bijian. Bahan makanan yang mengandung protein hewani biasanya harganya lebih mahal sehingga untuk masyarakat yang memiliki daya beli kurang jarang mengikutsertakan bahan makanan ini dalam menunya sehari-hari.