Kemiskinan di jambi meningkat, akibat Disorientasi Program Pemerintah Provinsi Jambi

Rilis Badan Pusat Statistik nasional per 15 Januari 2025, menyatakan bahwa secara nasional tingkat kemiskinan menurun, namun menjadi menarik ada 5 Provinsi yang mengalami kenaikan tingkat kemiskinan yaitu ; Jambi, kepulauan bangka belitung, kalimantan tengah, papua dan papua selatan.


Rilis ini menelisik saya untuk melakukan kajian dan riset kenapa provinsi jambi menjadi salah satu diantara 5 provinsi yang mengalami kenaikan tingkat kemiskinan.


Persoalan kemiskinan memerlukan pemahaman multidimensi, yakni melihat kemiskinan dari berbagai dimensi dan memandang penyebab kemiskinan dari berbagai sisi. Kerangka pandang tentang kemiskinan mempengaruhi perumusan kebijakan, strategi, program yang didesain pemerintah untuk pengentasan kemiskinan.


Dengan kata lain kerangka teori tentang fenomena kemiskinan memberi arah untuk melakukan analisis interpretif atas kebijakan penanggulangan kemiskinan yang dirumuskan dalam dokumen perencanaan pembangunan daerah


Mengawali tulisan ini saya membuka dan mencermati dokumen rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), dokumen APBD , dan Dokumen LKPJ Provinsi Jambi mulai tahun 2022 sampai tahun 2024, untuk mempelajari arah kebijakan pemerintah Provinsi Jambi.


Dalam pencermatan program pemerintah provinsi jambi dalam perspektif saya belum proporsional pada program-program yang mengarah pada upaya mengentaskan kemiskinan.


contoh nya pemerintah Jambi menuliskan rencana program penanggulangan kemiskinan, secara teknokratis perumusan sasaran, strategi, kebijakan, program serta indikator secara terukur.


Namun proporsi anggaran secara keseluruhan rumusan program yang merujuk secara eksplisit kelompok sasaran penerima kelompok miskin hanya sedikit tidak sebanding dengan target yang ditentukan, temuannya adalah konsistensi penjabaran program kemiskinan ke dalam kegiatan yang penerima manfaat riilnya adalah kelompok miskin.


Jebakannya adalah bahasa program tertulis untuk kelompok miskin, namun pelaksanaannya penyerapan anggaran banyak digunakan untuk belanja administrasi dan belanja honor aparatur dan perjalanan dinas pada program yang dicanangkan, Jadi reification of obligations and author nampak pada gejala bahwa secara administratif nomen klatur penganggaran mengacu pada program kemiskinan, meskipun riil penggunaan anggaran kurang tepat sasaran pada kelompok miskin.


Lalu kemudian banyak program pemerintah provinsi jambi yang menyerap anggaran begitu besar seperti contoh Ruang terbuka hijau sebesar 35 Milyar, Jalan alternatif batubara karmeo-kilangan 50 Milyar yang tidak berdampak langsung pada ekonomi masyarakat dan sampai hari ini program tersebut gagal fungsi anggaran terbuang sia-sia tidak jelas outputnya.


Selanjutnya penggunaan anggaran pada pembangunan dua megaproyek secara multi years, 3 tahun anggaran yaitu stadion bola dan islamic center mencapai 400 Milyar yang sesungguhnya belum menjadi kebutuhan prioritas masyarakat provinsi Jambi.


yang seharusnya jika anggaran sebesar itu digunakan pada program-program yang langsung menyentuh pada persoalan ditengah masyarakat terutama program yang berorientasi pada upaya mengentaskan kemiskinan tentu persentase tingkat kemiskinan akan berkurang dan berdampak pada pertumbuhan ekonomi yang baik.


Selayaknya orientasi program pemerintah Provinsi Jambi berbasis kebutuhan masyarakat bukan pada keinginan dari pemerintah itu sendiri, maka dibutuhkan program-program penguatan ekonomi, bantuan sosial, serta program yang berorientasi pada ketahanan pangan, Penguatan pada hasil komoditi unggulan yang berbasis pada tujuan pengembangan kemandirian ekonomi masyarakat.


Oleh : Iin Habibi