Terlena di Balik Kebaya: Merajut Kembali Teladan Para Perempuan Penghuni Surga

 

KerisJambi.id - Setiap bulan April, denyut kebanggaan akan Kartini membahana di seantero negeri. Sosoknya, terbalut kebaya sederhana namun menyimpan bara pemikiran yang membakar tradisi, terpatri kuat sebagai pahlawan emansipasi. Kita larut dalam kisah perjuangannya menerobos belenggu, membuka jendela pendidikan bagi kaum Hawa. Namun, di balik kekaguman yang membuncah, tanpa sadar kita seringkali meminggirkan untaian mutiara keteladanan lain yang tak kalah gemilang.


Kita seolah terlena dengan satu pelita, hingga lupa bahwa langit peradaban Islam pun bertabur bintang-bintang mulia. Ada Ummu Mukminin Khadijah, dengan keteguhan iman dan sokongan materinya yang menjadi pilar dakwah di masa sulit. Ada Sayyidah Fatimah az-Zahra, putri Rasulullah yang kesederhanaan dan kelembutannya memancarkan keagungan akhlak. Ada Maryam, bunda Isa Almasih, dengan kesucian dan ketakwaannya yang diabadikan dalam kitab suci. Tak ketinggalan Aisyah, sang periwayat hadis yang kecerdasannya menjadi lautan ilmu bagi umat. Mereka adalah suluh-suluh peradaban yang cahayanya tak lekang dimakan zaman, potret perempuan tangguh yang menginspirasi tanpa riasan duniawi.


Ironisnya, di era digital ini, perempuan justru terperangkap dalam labirin standar kecantikan dan kesuksesan semu yang dipropagandakan tanpa henti di layar-layar gawai. Kilauan filter dan endorsement seolah menjadi kompas, mengarahkan impian dan citra diri pada fatamorgana yang menjauhkan dari esensi kemuliaan sejati. Kita disuguhi "kesempurnaan" yang dangkal, yang mengikis keunikan dan mereduksi potensi diri hanya pada tampilan fisik dan materi.


Lantas, bagaimana seharusnya perempuan masa kini menavigasi arus deras informasi dan tuntutan zaman? Jawabannya terletak pada kemampuan untuk menengok ke belakang, bukan hanya pada Kartini seorang, namun juga pada khazanah keteladanan para perempuan cahaya yang telah disebutkan. Mereka mengajarkan bahwa kekuatan sejati tidak terletak pada gemerlap dunia, melainkan pada kedalaman iman, keluasan ilmu, keteguhan prinsip, dan keindahan akhlak.


Perempuan modern perlu merajut kembali benang-benang hikmah dari kisah hidup mereka. Jadikan Khadijah sebagai inspirasi dalam membangun kemandirian dan mendukung kebaikan. Teladani Fatimah dalam kesederhanaan dan kelembutan hati. Renungkan ketakwaan Maryam sebagai benteng diri. Gali ilmu dari Aisyah sebagai bekal dalam berkontribusi.


Solusi terbaik bagi perempuan di era ini bukanlah berlomba dalam kepalsuan media sosial, melainkan menanamkan akar spiritualitas yang kuat, mengembangkan potensi diri secara holistik, dan berkontribusi positif bagi keluarga dan masyarakat. Jadilah seperti bunga teratai yang tetap mekar indah meski tumbuh di tengah lumpur, memancarkan keharuman tanpa terpengaruh oleh lingkungan sekitar.


Hari Kartini seharusnya menjadi momentum untuk merayakan tidak hanya satu pahlawan, tetapi juga untuk membuka mata pada luasnya spektrum keteladanan perempuan hebat sepanjang sejarah. Mari kita dekonstruksi standar-standar palsu dan membangun kembali citra diri yang berakar pada nilai-nilai luhur. Dengan begitu, perempuan Indonesia akan benar-benar merdeka, bukan hanya secara hukum, tetapi juga merdeka dari belenggu ilusi dan mampu memancarkan cahayanya sendiri, seindah cahaya para perempuan teladan di masa lalu.